Cerita ini terjadi pas sekali di hari ulang tahunku yang ke-17, Januari 2010. Aku punya teman perempuan namanya Ita, dia itu temanku dari semenjak kuliah, teman dekat tapi bukan pacar. Sebenarnya sih aku suka sekali sama dia, habis dia itu sudah banyak mewarnai hidupku, begitu juga aku. Tapi lantaran agama kita beda, ya apa boleh buat, akhirnya kita berteman saja (meskipun banyak teman-teman yang menyarankan supaya di coba dulu).
Hari Jum’at HP-ku berdering, pas kuangkat tidak tahunya Ita di seberang.
“Kamu dimana nih?” tanyanya.
“Aku di Kupang, baru besok balik ke Jakarta”, balas aku.
“Ok deh, jam berapa kamu besok sampai di bandara?”
“Kira-kira jam 2 siang, ya kamu tahu lah, aku naik Merpati alias merana sampai mati, jadi tidak tentu datangnya”, kataku.”Ya sudah call aku kalau sudah sampai!”"OK.”
Besoknya pas aku sampai aku call dia, dia bilang besok dia ingin sekali bertemu sama aku, ingin merayakan HUT-ku. Ya sudah akhirnya kita janjian di BMGM, PI Mall jam setengah 7 malam. Kalau tidak salah pas hari Minggu. Pas ketemu Ita kasih ucapan selamat ulang tahun buat aku, “Met ulang tahun ya! Mudah-mudahan tidak lupa sama aku”, katanya sambil mencium pipiku, biasa sun pipi doang. Memang cuma sebatas itu yang biasa kami lakukan. Terus kami makan sambil ngobrol ngalor-ngidul.
“Wan, aku ada unek-unek yang pengen banget aku obrolin sama kamu”, katanya.
“Masalah apa sih Ta, kalau buat kamu aku pasti bantu”, jawab aku.
“Iya aku tahu, tapi jangan di sini dong tidak enak buat ngobrol, entar kalau aku nangis gimana?” benar juga, dalam hatiku.
Sehabis makan kami pergi ke kafe, tapi karena suasana ramai sekali, akhirnya Ita mengajakku mencari tempat yang lebih nikmat buat ngobrol. Karena waktu itu kami berada di kawasan Blok M, maka kami pilih Hotel Am. Singkat cerita dia mengajak chek-in, “Enakan begini”, kata Ita. O iya, waktu itu Ita pakai T-shirt ketat lengan panjang, warna gelap plus jeans ketat warna gelap juga. Jadi kontras deh sama warna kulitnya yang kuning langsat. Wajahnya biasa-biasa saja, tapi nafsuin banget, apa lagi bibirnya, wow sensual banget! Buah dadanya tidak besar-besar amat, hanya 34 B. Cuma karena dia rajin senam jadi itu body bikin horny.
Kira-kira sudah 1 i/2 jam ngobrol, ditengah-tengah suasana yang oke banget gitu, obrolan sedihnya semakin menjadi. Akhirnya dia sandarkan kepalanya di atas dadaku. Terus terang aku jadi ngembang, apa lagi kalau bukan kemaluanku. Dia rupanya merasa, karena siku tangannya sesekali menyentuh permukaan zipperku. Mulanya aku beranikan diri buat mengusap rambut dia pakai tangan kiri, sementara tangan kananku, aku pakai buat mengusap tangan kanannya. Lama-lama yang ada bukannya usapan, aku malah meremas tangannya. Dia malah balik meremas tanganku, “Wah lampu ijo nih”, pikirku. Benar saja tidak lama mukanya yang tadinya menghadap depan jadi tengadah, kontan bibirnya yang sensual jadi rada merekah, aku tidak sia-siakan. Kukecup kecil sekali, setelah itu kulihat matanya masih merem, langsung saja kulumat habis, dalam banget, sampai dia rada gelagapan. 7 menit berselang tangan kananku beraksi di atas permukaan dadanya. Kuusap lembut buah dadanya. “Eenghh”, dia mulai kedengeran erangannya. Dari apa yang pernah kubaca (memang aku rada kuno) kalau perempuan sudah kedengeran begitu tandanya dia sudah ON.
Mendengar erangannya, usapanku berubah jadi remasan. Aku remas dari mulai pelan sampai keras dan seterusnya bervariasi. Bibirku masih menempel ketat di bibirnya, dia yang duluan memainkan lidahnya di rongga mulutku, ya aku jabanin. Kuangkat bagian bawah T-shirtnya, dia kasih jalan. Begitu lepas terpampang di depan mataku gundukan buah dadanya yang di bungkus bra berenda warna hitam dan membuat aku semakin horny. Lumatan kami berlanjut lagi, semakin “Panas”. Tidak puas cuma meremas dari luar kupeluk dia sambil kucari pengait bra dia dibelakang. Kulepas, dan remesanku sekarang semakin gila. Lumatanku mulai menjalar ke seluruh mukanya, turun ke daerah sekitar kuping, aku gigit pelan daun kupingnya dan “Enghh…” kedengeran lagi dia mengerang. Jariku mulai “tunning” di pentilnya. Bibir dan lidahku terus turun, aku “hisap” seluruh bagian leher dan pundaknya, turun ke ketiaknya. Kugigit dan kutarik bulu ketiaknya yang memang lebat. “Uhh, Wannn… geliii”, aku tidak peduli, terus dan terus. “Wan, angkat aku ke tempat tidur”, pintanya. Lalu kuangkat.
Aku besarkan voltage dimmer. Hal ini menambah fantasiku karena aku bisa lebih jelas melihat lekuk tubuhnya. Aku naiki dia, kuserbu buah dadanya, “Kamu baru potong cambang ya, Ita geli bangeet… ah”, erangya. Kujilat seluruh permukaan buah dadanya. “Putingnya dong!” dia protes. Sengaja aku tidak melumat putingnya, nunggu dia penasaran pikirku. Aku lumat, gigit-gigit kecil, dan kusedot dengan keras puting runcingnya yang berwarna pink dan sudah keras sekali. Dia angkat dadanya sampai membusung. “Aduh… kok nikmat banget sihh…” Lama aku main di situ, sesekali dia tekan dan jambak rambutku. Aku tetap main di situ sampai dia tekan kepalaku turun, aku ikuti, aku jilat dan kusedot pusernya, dia menggelinjang sambil tidak berhenti-henti mengerang. Kulepas ikat pinggangnya, aku turunkan zippernya. Tapi tidak langsung, kutarik turun jeansnya, aku balikan tubuhnya tengkurap, aku jilat habis bagian pundak sampai punggung. Dekat bagian ban celananya, baru aku turuni jeansnya sedikit demi sedikit sampai bagian pinggul dan CD berenda warna hitam yang sejenis sama branya kelihatan jelas. Aku remas pinggulnya sambil sesekali kugelitik pinggangnya. CD-nya kuturuni sedikit demi sedikit, jilatan dan lumatanku yang turun sampai ke telapak kakinya, “mmhh…”
Setelah jeans dan CD-nya lepas aku balikan tubuhnya. Aku emut jari-jari kakinya semua, dari mulai jempol sampai kelingking, terus naik, sampai akhirnya mukaku berhadapan sama tumpukan bulu yang… wah… pokoknya hutan pedalaman Kalimantan sama Irian LEWAT! Merumputlah aku di situ. Aku buka pahanya lebar-lebar, aku sibakan bulu kemaluannya. Terus kukecup bibir vaginanya. Pink warnanya, dan masih sempit, soal aroma jangan ditanya Ok banget. Kukeluarkan lidahku, kujilat seluruh permukaan bibir vaginanya luar dalam. Pas sampai clitoris, erangannya mulai berubah jadi teriakan, sambil menekan belakang kepalaku dan dia jepit kepalaku. Beberapa saat kemudian dia angkat pantatnya sambil menggoyang. “Ahh… mmhh… uhh… terusssinn wannn…” kemudian dia melenguh keras sambil menekan belakang kepalaku, dia jepit kepalaku, semenit kemudian dia terkulai. “Kamu hebat Wan… sabar dan telaten, thank’s ya…” katanya. “Ah nggak juga, mungkin bakat kali Ta, sumpah baru pertama kali!” jawabku.
Lalu kami istirahat sebentar, aku mengambil rokok dan minum, sementara kemaluanku terus meronta, aku berusaha sabar. Ternyata yang tidak sabar justru Ita. “Sudah matiin rokoknya, kasian tuh anak kamu sudah pecah ketubannya pengen keluar”, katanya bercanda. Dia yang bugil menyerbuku seperti Saddam Husein nyerbu Kuwait. Dia preteli kemejaku, jeansku, dan akhirnya CD-ku. Kontan kemaluanku yang memang dari tadi sudah meronta jadi lompat. Dia nafsu banget. Kemaluanku memang sedangan saja sih panjang 13 cm, tapi memang keras. Dia kocok, di tempeli ke ujung hidung, pipi dan akhirnya dia cium. Terus dia jilati dari kepala sampai ke bijiku. Tidak lama kepala penisku sudah ada di dalam mulutnya, dia hisap dalam sekali. “Aduhh Ta…!”
“Kenapa?” tanyanya.
“Ennnakkh…” jawabku. Ita semakin bersemangat, dia maju mundurkan mulutnya, kupegang kepalanya. 8 menit kemudian aku tahan kepalanya dan “Itttaa… aku kkeee… aahh…” aku tidak sanggup meneruskan omonganku, aku muncrat 5 kali di dalam mulutnya. Dia telan semua sampai tetes sperma penghabisan.
Sesudah itu kami ngobrol, agak lama sekitar 20-an menit dan sesudah badan kami segar, kami bertempur lagi. Setelah segalanya siap, kunaiki dia, dia pegang penisku, dia gesek-gesekan di atas permukaan vaginanya, geli banget! Habis bulu kemaluannya rimbun banget sih.
“Ya teken Wan pelan-pelan…” aku ikutin, seret!
“Ayo coba terus, pelan pelan”, aku ikutin. Pas kepala penisku sudah kejepit, aku diam dulu, aku kiss bibirnya sambil tanganku terus beraksi di atas buah dadanya. Setelah kupikir ok, aku konsentrasi, aku tekan habis dan “Wannn… sakkith…” aku kaget. Aku berhenti dulu, terus kulumat lagi bibirnya. Setelah tenang 1/4 penisku aku masukan lagi, dia teriak lagi, kali ini aku sudah kesetanan. Aku masukan semua sisa penisku, Ita mengangkat kepalanya dan menggigit pundakku. “Enggghh”, dia mengeluh. Aku istirahat dulu. Kuserbu buah dadanya, kulumat habis, kusedot, kucupang kencang sekali, sampai meninggalkan bekas. Pas aku mau kulum bibirnya dia taruh telunjuknya di bibirku. “Wan, Ita bahagia malam ini, ini kali pertama Ita bersetubuh, dan Ita bangga bisa ngasih keperawanan Ita sama orang yang Ita kagumi.” Hancur hatiku mendengar si Ita ngomong kayak gitu, aku bengong!
“Sudah, ngapain bengong ayo terusin!” karena aku tidak bereaksi si Ita yang ambil inisiatif. Dia angkat pantat dan berhula-hula, lama-lama aku jadi mengikuti.
“Nnnaahh gitu donghh”, aku maju-mundurin pantatku, selang sepuluh menit,
“Ithhaa mmaauuu nyampppee…”
“Tungguiiinn aku sebentarrr lagiii.” Kami terus bertempur, tiga menit kemudian Ita jepit pinggangku sambil memelukku erat sekali. Dan aku pun menyodok dia tidak kalah kencangnya,
“Tttaa… aahh…”
“Wannnhh… ouuggghh”, kami sampai bareng dan terkulai sesudahnya.
Sumber
No comments:
Post a Comment